Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Blogroll

About

Blogger templates

Blogger news

RSS

Pages

*GRAY*



             “Dia tidak pernah cinta padaku, jadi mustahil kalau kami pacaran!” Kalimat bang Adit menghantam hatiku. Baik aku maupun kak Alya pacar bang Adit, dibuat bingung dengan kalimat spontan yang diucapkannya melalui telepon. Terdengar nada curiga bercampur kecewa saat kak Alya menghubungiku malam harinya. Hujan yang turun bersamaaan dengan gemuruh petir seakan menambah perasaan kagetku. Tubuhku lemas seketika. Aku yang semula duduk di tepi tempat tidur, kini memilih berbaring di atasnya. Jantungku berdetak semakin kencang. Kalimat bang Adit, seakan memberi isyarat kalau dia pernah memiliki rasa untukku. Huft ... jujur semua ini memusingkanku.
            Sejujurnya, aku juga pernah memiliki rasa itu untuknya. Bang Adit yang aku kenal saat aku duduk di bangku SMA, berhasil menarik perhatianku. Saat bersamanya, aku menjadi diriku sendiri. Ketawa sepuasnya, saling mengejek satu sama lain, bermanja ria layaknya seperti adik kepada abang kandungnya. Abang mampu membuatku nyaman dan bersikap apa adanya saat bersamanya. Dan semua itu, jarang aku temui dengan lelaki lain. Namun rasa itu terkubur manakala melihat bang Adit pacaran dengan Tya. Melihat sosok Tya yang begitu sempurna, rasanya mustahil jika bang Adit menancapkan hatinya padaku. Haa ... Sadar Ara, kau bukan pilihannya.
            Kabar buruk terdengar olehku. Hubungan yang telah lama terjalin, berakhir begitu saja yang aku sendiri tidak tahu apa alasannya. Aku hanya mendapati tatapan enggan di mata bang Adit saat aku membicarakan tentang kak Alya. Sejujurnya, aku tidak suka dengan keputusan yang mereka ambil. Namun di sisi lain, ada gejolak bahagia yang terus melompat kegirangan. Aku merasa, perhatian abang kembali terpusat seutuhnya padaku yang tidak pernah mengizinkanku berpacaran sejak SMA, dan entah apa alsan larangan itu. Dia selalu marah ketika aku berbicara tentang cowok lain di hadapannya.
            Semenjak itu, bang Adit kembali dekat denganku seperti dulu. Pernah satu kejadian yang membuatku sempat dilanda takut akan hadirnya rasa itu lagi. Aku yang ketika itu pulang ke kota tempat aku menyelesaikan pendidikan, lebih memilih menggunakan jasa kereta api bersama bang Adit. Satu sikap bang Adit membuatku kaget. Dia menggenggam tanganku saat aku dan dia menyebrang jalan. Hal yang tidak pernah ia lakukan sejak dulu. Bahkan untuk menyentuh ujung rambutku saja dia tidak pernah melakukannya. 
Aku takut kalau rasa itu hadir lagi. Aku tidak ingin merasakan rasa sakit jika mencintai orang yang tidak mencintaiku. Aku hanya berharap, jika rasa itu ada di hatinya, aku akan menantinya. Namun jika tidak ada, maka biarlah aku hidup tanpa merasakan apapun darinya. Abu-abu ... Love The gray.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS